Penjelasan Malam Lailatul Qadar dalam Al-Qur’an

Salah satu peristiwa yang menyimpan banyak keistimewaan dan hikmah pada bulan Ramadhan ialah malam lailatul qadar. Momen malam yang seluruh umat Islam berharap mendapatkannya.

Malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Malam penuh ampunan. Malam pelipatgandaan ganjaran atau pahala atas amal kebaikan. Serta malam yang dapat membawa seseorang pada predikat takwa.

Benarkah pertanda datangnya malam lailatul qadar di antaranya membekunya air, heningnya malam, menunduknya pepohonan, dan sebagainya?

Menurut Muhammad Quraish Shihab dalam Membumikan Al-Qur’an (1999), tanda-tanda malam lailatul qadar harus diimani oleh setiap Muslim berdasarkan pernyataan Al-Qur’an.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS Al-Qadr: 1)

Malam lailatul qadar merupakan malam yang penuh berkah di mana dijelaskan atau ditetapkan segala urusan besar dengan kebijaksanaan.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS Ad-Dukhan: 3).

Selain membaca tanda-tanda dan berusaha mendapatkan malam lailatul qadar sejak awal kehadiran Ramadhan, setiap umat Islam juga penting memahami arti dan makna lailatul qadar.

Quraish Shihab (1999) memberikan penjelasan terkait arti dan makna kata qadar. Penulis kitab Tafsir Al-Misbah tersebut memaparkan tiga arti pada kata qadar.

Pertama, qadar berarti penetapan atau pengaturan sehingga lailatul qadar dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia.

Pendapat ini dikuatkan oleh penganutnya dengan Firman Allah pada QS Ad-Dukhan ayat 3 di atas. Ada ulama yang memahami penetapan itu dalam batas setahun.

Al-Qur’an yang turun pada malam lailatul qadar diartikan bahwa pada malam itu Allah SWT mengatur dan menetapkan khittah dan strategi bagi Nabi Muhammad SAW untuk mengajak manusia kepada agama yang benar yang pada akhirnya akan menetapkan perjalanan sejarah umat manusia, baik sebagai individu maupun kelompok.

Kedua, qadar berati kemuliaan. Malam tersebut adalah malam mulia yang tiada bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Qur’an serta karena ia menjadi titik tolak dari segala kemuliaan yang dapat diraih.

Kata qadar yang berarti mulia ditemukan dalam potongan ayat ke-91 Surat Al-An’am yang berbicara tentang kaum musyrik.

وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ إِذْ قَالُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَىٰ بَشَرٍ مِنْ شَيْءٍ

"Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata: "Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia..." (QS Al-An’am: 91)

Ketiga, qadar berarti sempit. Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam Surat Al-Qadar.
تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ

“Pada malam itu turun malikat-malaikat dan ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.” (QS Al-Qadar: 4).

Kata qadar yang berarti sempit juga digunakan oleh Al-Qur’an antara lain dalam ayat ke-26 Surat Ar-Ra’du.

اللَّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ ۚ وَفَرِحُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مَتَاعٌ

“Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).” (QS Ar-Ra'du: 26).

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama