Sayyidah Aisyah Selalu Mengqadha Puasa Ramadhan di Bulan Sya’ban, Mengapa?


Bulan Sya’ban masih berlangsung. Tidak lama lagi kita insyaallah akan berjumpa kembali dengan bulan Ramadhan yang mulia. Peringatan bagi siapa saja yang masih mempunyai utang puasa untuk segera memenuhi kewajiban yang harus ia laksanakan sesuai jumlahnya.

Sayyidah Aisyah radlhiyallahu anha adalah di antara orang yang apabila mempunyai utang puasa, selalu ia tunaikan ketika sudah berada pada bulan Sya’ban. Hal ini diceritakan oleh Abu Salamah dari Aisyah langsung:

كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَ إِلَّا فِي شَعْبَانَ»، قَالَ يَحْيَى: الشُّغْلُ مِنَ النَّبِيِّ أَوْ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Artinya: “Saya mempunyai tanggungan utang puasa Ramadhan. Saya tidak mampu mengqadhanya kecuali di bulan Sya’ban. Menurut Yahya, Aisyah mengqadha di bulan Sya’ban dikarenakan ia sibuk melayani Nabi Muhammad SAW” (Muttafaq alaih).

Hadits di atas menjelaskan bahwa Aisyah mengqadha puasa pada waktu yang sangat mepet. Kesibukan apa yang membuat Aisyah tidak mampu mengqadha puasa di selain bulan Sya’ban?

Menurut catatan kaki Syekh Musthafa Dib al-Bugha dalam kitab Shahih al-Bukhari dan catatan kaki Muhammad Fuad Abdul Baqi pada kitab Shahih Muslim, kesibukan Aisyah adalah dia selalu menyiapkan diri sepenuhnya untuk Rasulullah SAW termasuk di dalamnya adalah mempersiapkan diri jika Rasulullah sewaktu-waktu ingin berduaan dengan Aisyah (atau istri yang lain). Tidak hanya Aisyah saja, semua istri Rasulullah selalu menjaga kebahagiaan dan keridhaan Rasulullah SAW sedangkan mereka tidak tahu kapan dibutuhkan dan bisa sewaktu-waktu diperlukan oleh Nabi. Oleh karena itu, mereka khawatir jika mereka berpuasa lalu menjadikan Nabi terhalang keinginannya.

Menurut Ibnu Hajar Al-Asqolani, arti kesibukan dalam hadits ini tidak berarti sebuah kesibukan yang menjadikan seseorang tidak kuat melaksanakan puasa tapi lebih mengarah pada posisi selalu mempersiapkan diri dalam menyenangkan Rasul apabila dibutuhkan pada batas bercumbu melalui sentuhan atau ciuman, tidak sampai berhubungan badan. Karena Nabi tidak tidur bersama istri yang tidak sedang dalam jatah gilirannya.

Dengan latar belakang tersebut, para istri Nabi tidak pernah meminta izin untuk berpuasa karena khawatir di antara mereka ada yang sedang dibutuhkan oleh Rasulullah SAW secara mendadak. Padahal seumpama mereka meminta izin, Rasul pasti tidak akan mengecewakan istri-istrinya, tapi para istri menjadi khawatir hal tersebut bisa mengurangi kecintaan dan dan pelayanan terhadap kebutuhan Nabi menjadi tidak penuh.

Lalu kenapa bulan Sya’ban yang dipilih oleh Aisyah untuk mengqadha puasanya? Sebab bulan Sya’ban adalah bulan yang paling banyak dibuat puasa sunnah oleh Baginda Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu salah satu istri Nabi bergantian meluangkan waktu untuk mengqadha puasa. Atau kalau tidak begitu, karena mereka sudah pada bulan terakhir, mereka terdesak meminta izin kepada Nabi untuk mengqadha puasa.

Syekh Musthafa Dib al-Bugha menulis:

وأما في شعبان فإنه صلى الله عليه وسلم كان يصوم أكثر أيامه فتتفرغ إحداهن لصومها أو تضطر لاستئذانه في الصوم لضيق الوقت عليها

Artinya: “Adapun pada bulan Sya’ban, Nabi berpuasa pada sebagian besar hari-harinya. Kemudian salah satu istri-istri Nabi meluangkan untuk berpuasa di dalamnya. Atau di antara mereka memang terdesak untuk meminta izin kepada Nabi untuk melaksanakan puasa karena waktunya sudah mepet” (Musthafa Dib al-Bugha, Ta’liq Shahih al-Bukhari, [Daru Thuqin Najah, 1422], juz 3, hal. 35).




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama