Turunnya Al-Qur'an dari Lauhul Mahfudz ke Baitul 'Izzah


Berikut ini adalah teks, terjemahan, spesifikasi surat, sababun nuzul dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat al-Qadr ayat 1:

إِنَّآ أَنزَلْنَٰهُ فِى لَيْلَةِ ٱلْقَدْرِ

Innā anzalnāhu fī lailatil-qadr. 

Artinya:" Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan."

Ulama berbeda pendapat terkait surat al-Qadr. Ada yang mengatakan tergolong surat Makiyah dan ada juga yang menyebutnya surat Madaniyah. Mayoritas mufasir menyatakan surat ini tergolong Madaniyah. Imam al-Wahidi mengatakan bahwa surat ini merupakan surat yang pertama kali diturunkan di Madinah. Terdiri dari 5 ayat, 30 kalimat dan 121 huruf.

Sababun Nuzul Surat al-Qadr Ayat 1

وأخرج ابن أبي حاتم والواحدي عن مجاهد أن رسول الله صلى الله عليه وسلم ذكر رجلا من بني إسرائيل لبس السلاح في سبيل الله ألف شهر فعجب المسلمون من ذلك فأنزل الله إنا أنزلناه في ليلة القدر وما أدراك ما ليلة القدر ليلة القدر خير من ألف شهر التي لبس ذلك الرجل السلاح فيها في سبيل الله

Artinya, “Ibnu Abi Hatim dan al-Wahidi mengeluarkan riwayat dari Imam Mujahid, bahwa Nabi saw menceritakan seorang lelaki dari bani Israil yang menyandang senjatanya selama 1.000 bulan dalam berjihad di jalan Allah. Lalu kaum muslimin merasa kagum perihal lelaki yang berjihad tersebut. Kemudian Allah menurunkan firman-Nya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.” (QS Al-Qadr : 1-3). Maksudnya, bahwa malam kemuliaan (lailatul qadr) lebih baik daripada lelaki itu menyandang senjatanya selama 1.000 bulan dalam berjihad di jalan Allah." (Jalaluddin as-Suyuthi, Lubabun Nuqul, [Beirut, Darul Kutub Ilmiyah], halaman 215).

Ragam Tafsir Surat al-Qadr ayat 1

Imam Jalaluddin al-Mahali menafsirkan kata "Inna anzalnahu", dengan makna: “Sungguh telah kami turunkan Al-Qur‘an sekaligus dari Lauhul Mahfudz ke langit dunia. Kemudian ayat "fi lailatil qadr": Yakni malam yang mulia nan agung.

Imam as-Shawi menjelaskan kata "anzalnahu" dengan makna: "Jika kamu bertanya dalam ayat ini Allah mengunakan redaksi al-inzal padahal kata inzal itu untuk sesuatu yang bersifat fisik sedangkan al-Qur'an bukan fisik (ard), lantas mengapa redaksi yang di gunakan adalah kata al-inzal?"

Menurut beliau jawabannya ada dua. Pertama, kata inzal bermakna al-iiha' atau mewahyukan. Kalimat seperti ini dalam istilah balaghah disebut dengan isti'arah tabi'ah dimana menyerupakan al-iha' yang bermakna mewahyukan dengan al-inzal yang bermakna menurunkan. Sederhananya kata al-iiha' dipinjam dan digunakan maknanya dalam kata al-inzal, yang berarti maknanya adalah "kami telah mewahyukan Al-Qur'an".

Kedua, penyandaran kata an-nuzul pada Al-Qur'an dinamakan dengan majaz aqli dalam istilah balaghah yang kenyataan sebenarnya disandarkan kepada pembawa Al-Qur'an (Malaikat Jibril as), bukan Al-Qur'annya. Dhamir "hu"dalam ayat kembali pada Al-Qur'an sekalipun tidak disebutkan sebelumnya. Ini karena keagungan dan kemasyhuran Al-Qur'an sehingga tidak butuh dijelaskan.

Adapun makna penurunan Al-Qur'an sekaligus dari Lauhul Mahfudz ke langit dunia adalah Malaikat Jibril as mendikte Al-Qur'an kepada Malaikat langit dunia, kemudian mereka menulisnya dalam mushaf yang keberadaanya di langit yang disebut dengan Baitul 'Izzah. (Ahmad bin Muhammad as-Shawi, Tafsir Jalalain dan Hasyiyah as-Shawi, [Surabaya, Dar Ilmi], juz IV halaman 452).

Syekh Nawawi Banten menjelaskan ayat "innā anzalnāhu fī lailatil-qadr", yakni sesungguhnya telah kami turunkan Al-Qur'an sekaligus pada lailatul qadr dari Lauhil Mahfudz kepada malaikat juru tulis langit dunia di Baitul 'Izzah. Kemudian, malaikat Safarah (malaikat yang menyalin Al-Qur'an) menurunkannya secara berangsur-angsur kepada malaikat Jibril. Kemudian malaikat Jibril menurunkannya kepada Nabi Muhammad saw secara berangsur-angsur selama 23 tahun sesuai dengan kejadian atau peristiwa dan kebutuhan terhadap Al-Qur'an.

Masih menurut Syekh Nawawi, makna qadr adalah takdir (penetapan). Dinamakan dengan lailatul qadr karena Allah menetapkan di malam tersebut apa yang Dia kehendaki, meliputi kematian, ajal, rezeki dan selainnya, sampai malam yang sama pada tahun berikutnya. Ketetapan tersebut Allah berikan kepada para malaikat pengatur yakni Malaikat Israfil, Mikail, Izrail dan Malaikat Jibril as. Jumhurul Ulama menyatakan malam Lailatur Qadr terdapat dalam bulan Ramadhan. Namun, mereka berselisih mengenai tanggal persisnya. (Muhammad Nawawi al-Jawi, at-Tafsîrul Munîr li Ma’âlimit Tanzîl, [Surabaya, al-Hidayah], juz II, halaman 506).

Walhasil, ayat ini menjelaskan turunnya Al-Qur'an secara sekaligus (jumlatan wahidah) dari Lauhul Mahfudz ke Baitul 'Izzah yang berada di langit dunia. Peristiwa ini terjadi pada malam lailatul qadr pada bulan Ramadhan. Wallahu a'lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama